( Sebuah renungan untuk bisa tetap bertahan dan optimis di tengah Krisis )
Sering kita mendengar orang yang selalu gagal dalam mencapai kesuksesan
hidup berkata, ” Ini sudah takdir saya, dan saya harus ikhlas
menerimanya.”
Benarkah orang tersebut gagal karena memang dia sudah ditakdirkan hidup sebagai seorang pecundang ?.
Ketika ada yang tidak naik kelas, apakah memang takdrinya ? ataukah dia yang tidak mau belajar dengan tekun ?Ketika ada pengusaha yang jatuh bangkrut, apakah itu sudah takdirnya ?
ataukan dia yang kurang kreatif dan inovatif sehingga perusahaannya
kalah bersaing dengan perusahaan kompetitornya ?
Ketika ada
selebrity yang sudah beberapa kali mengalami kegagalan dalam membina
kehidupan rumah tangga, apakah itu karena takdir yang harus dijalaninya
ataukah karena selebrity tsb tidak memiliki tekad dan komitmen yang
tinggi untuk mempertahankan keutuhan keluarganya ?
Yang jelas
tulisan ini tidak bermaksud memanipulasi pengertian takdir sebagai suatu
bentuk keimanan kepada Tuhan. Akan tetapi lebih kepada Takdir jangan
selalu dijadikan tumbal sebagai pembenar atas kesalahan kita dalam
menyikapi pasang surutnya kehidupan.
Hidup akan terus berjalan ”
Live is go on”, permasalahannya adalah bagaimana kita menyikapi setiap
permasalahan hidup yang muncul dan tetap bisa tampil sebagai pemenang.
Untuk bisa menjadi pemenang kita wajib memiliki mental sebagai pemenang atau jawara.
Seorang pemenang akan selalu optimis dan penuh harapan menatap masa
depan meskipun harus mendaki bukit yang terjal dan lembah yang curam.
Seorang pemenang melihat setiap permasalahan sebagai suatu tantangan untuk dipecahkan dan bukan untuk dihindari.
Menurut Vincent T, Lombard “ Perbedaan antara seorang pemenang
(Winner) dengan seorang pecundang (Looser) bukanlah karena kurangnya
kekuatan atau kurang pengetahuan tetapi karena kurangnya kemauan”
Seorang pemenang akan mendudukkan ” Takdir ” sebagai suatu hubungan
sebab akibat dan bukan hanya sebagai hasil akhir dari sebuah perjuangan
yang panjang dan melelahkan.
Tapi apa sih sebenarnya takdir itu ?
Takdir adalah ukuran atau takaran. ”Takdir adalah hukum Tuhan yang
diberlakukan untuk kehidupan manusia dan alam raya. Kata takdir (taqdir)
terambil dari kata “qaddara” berasal dari akar kata “qadara” yang
antara lain berarti mengukur, memberi kadar atau ukuran.
Jika
Anda berkata, ʺAllah telah menakdirkan demikian,ʺ maka itu berarti,
ʺAllah telah memberi kadar, ukuran, atau batas tertentu dalam diri,
sifat, atau kemampuan maksimal makhluk‐Nya”.
Kalau melihat
praktek sehari‐hari, saya melihat bahwa yang menjadi masalah bukan
bagaimana takdir itu dipahami atau diartikan. Ini sepertinya sudah
“muttafaqun alaih” atau sudah kita sepakati bersama.
Lalu apa yang menjadi masalah?
Yang menjadi masalah adalah bagaimana orang memahami posisi dirinya
dalam takdir Tuhan. Bagaimana orang meletakkan dirinya dalam lingkaran
takdir Tuhan itulah yang membedakan orang per‐orang. Ini terjadi ketika
kita membawa konsep takdir ini untuk menjelaskan nasib kita. Nasib di
sini terkait dengan warna‐warninya keadaan diri kita, misalnya:
sukses‐gagal, sengsara‐bahagia, berpenghasilan banyak dan berpenghasilan
sedikit, maju‐mundur, menang‐kalah, dan seterusnya.
Sebagai
ilustrasi adalah, adanya orang yang mengangkat atau memposisikan dirinya
sebagai “sebab” atau “penyebab” (the cause) dalam takdir Tuhan. Tetapi
ada juga orang yang memposisikan dirinya sebagai “akibat” (the effect)
dalam takdir Tuhan.
Jika kita tahu, sadar dan yakin bahwa
seluruh nasib yang kita terima hari ini (nasib karir, nasib studi, nasib
usaha, nasib keluarga, dst) adalah akibat (langsung dan tidak langsung)
dari pilihan‐pilihan yang telah kita ciptakan di masa lalu, maka kita
telah memposisikan diri kita sebagai penyebab (the cause). Kita adalah
penyebab dari nasib kita.
Sebaliknya, jika kita meyakini bahwa
seluruh nasib hidup yang kita terima hari ini merupakan takdir Tuhan
(bukan karena pilihan kita), maka di situ kita telah memposisikan diri
sebagai akibat (the effect). Pemahaman kita tentang takdir itu kita
angkat sebagai sebab (penyebab) dan kita memposisikan diri sebagai
akibat.
Pertanyaannya adalah, apakah anda menjadi Penyebab ataukah anda menjadi Akibat?
Kata orang bijak, hidup ini adalah pilihan (life is choice). Terkait
dengan ini, kita pun boleh memilih antara memposisikan diri sebagai
Penyebab dan boleh pula memposisikan diri sebagai Akibat. Namun
demikian, satu hal yang tidak bisa kita pilih adalah konsekuensinya.
Jika kita memilih sebagai Penyebab, maka kita mempunyai otonomi pada
diri kita, tetapi kalau kita memilih sebagai Akibat, maka dengan
sendirinya otonomi itu hilang. Berbagai studi membuktikan bahwa orang
yang punya otonomi atas dirinya jauh lebih sehat dan jauh lebih bagus
nasibnya.
Hal ini juga sejalan dengan salah satu Hukum Alam
yang sekarang lagi menyedot perhatian masyarakat di seluruh dunia yaitu
adanya fenomena ” Hukum Daya Tarik “ atau “ The Law of Attraction”
dimana dalam salah satu bukunya “The Secrets Law of Attraction”, Jack
Canfield & D.D Watkins menyatakan bahwa : “ Kita semua adalah produk
dari seluruh pikiran kita yang pernah terlintas, dari yang pernah kita
rasakan, dan dari tindakan yang kita ambil selama ini. Dan…..pikiran
yang ada di benak kita hari ini, perasaan yang kita rasakan hari ini,
dan tindakan yang kita lakukan hari ini akan menentukan apa yang akan
kita alami besok”.
“Kelirulah seseorang yang hanya mengingat
takdir pada saat terjadi malapetaka. Tapi, lebih keliru lagi yang
mempersalahkan takdir untuk malapetaka yang menimpanya. Bagi mereka yang
menutupi kesalahanya dengan dalih takdir, tidak kecil dosa yang mereka
sandang.”(Prof. Quraish Shihab).
Saat ini Krisis Ekonomi
Global kembali menerjang kita, yang dimulai dari krisis yang melanda
Negara Super Power Amerika Serikat yang terus berimbas keberbagai
Negara, termasuk Indonesia.
Ditengah himpitan berbagai masalah
ekonomi yang menimpa sebagian besar masyarakat kita tsb maka adanya
krisis global tsb semakin menambah berat beban yang harus dipikul setiap
keluarga untuk dapat hidup layak sebagaimana mestinya.
Namun
dengan pemahaman tentang Takdir yang benar maka kita upayakan untuk
dapat memposisikan diri sebagai Penyebab (The Cause) atas nasib kita.
Apa reaksi dan tindakan serta antisipasi kita atas krisis ekonomi global
yang terjadi saat ini sangat menentukan kondisi dan nasib kita di masa
depan.
Dengan demikian kita akan melakukan upaya-upaya maksimal
untuk tetap dapat bertahan ditengah badai krisis yang sedang melanda
kita.
Kita tetap optimis bahwa badai pasti akan berlalu, dan
dengan tindakan-tindakan yang tepat dan terencana serta terukur maka
perahu kita akan dapat tetap terus berlayar meskipun didera oleh badai
dan gelombang resesi dunia yang berkepanjangan sekalipun.
Mulai saat ini mari kita tatap masa depan dengan penuh harapan.
Harapan akan membangun mimpi seseorang, dengan harapan seseorang bisa
melihat dunia dengan segala keindahannya, mensyukuri keberadaan dirinya
dan merasa mampu untuk tetap bertahan.
Seorang penyair
menyatakan bahwa harapan itu seperti sayap burung yang mampu membawa
terbang dirinya ke alam bebas untuk bisa merasakan hidup yang sejatinya.
Berbeda dengan orang-orang yang tidak mempunyai harapan,
mereka akan cendrung berputus asa. Melihat dunia dari kegelapan,
merasakan bahwa keberadaanya tak ada gunanya lagi sehingga banyak juga
orang yang berputus asa akhirnya menyakiti diri mereka sendiri bahkan
ada yang sanggup untuk mengakhiri keberadaan dirinya sendiri, dan pada
ujungnya kembali Takdir yang dijadikan kambing hitam atas kemalangan
hidupnya.
Dengan menyadari bahwa Takdir adalah suatu ketentuan
dari Allah SWT, namun tetap merupakan konsekwensi atas segala tindakan
yang telah kita ambil, maka kita akan mendudukkan usaha atau ikhtiar
sebagai jalan keluar atas segala permasalahan kita, dengan tentunya
tetap bersandar pada kekuatan yang jauh lebih besar dari kita, yaitu
kekuatan Sang Maha Pencipta. Untuk itu doa tetap kita mohonkan agar
usaha dan langkah yang kita ambil tidak hanya baik dan sesuai dengan
keinginan kita, tapi juga sesuai dan cocok dengan kehendak-NYA sebagai
pemilik dan penguasa alam semesta ini.
Menutup tulisan ini,
saya kutipkan pendapat salah seorang intelektual muslim kita Bapak Prof.
Nurchulish Madjid, “Untuk sesuatu yang masih akan terjadi atau akan
dikerjakan, kita harus berbicara tentang kewajiban melakukan ikhtiar,
memilih kemungkinan yang terbaik, justru berdasarkan pengertian kita
tentang hukum‐hukum ketetapan Tuhan yang menguasai hidup kita, yang
dalam kitab Suci disebut taqdir atau sunah Allah.”
Caesars completes acquisition of gambling company for - KTM Hub
ReplyDeleteLAS VEGAS, Nov. 19, 2021 /PRNewswire/ -- Caesars Entertainment 용인 출장마사지 completed its 서울특별 출장안마 acquisition 포천 출장마사지 of 김천 출장안마 gambling company 부천 출장마사지 for $7.4 billion.